Pages

Jumat, 22 Januari 2016

Pelaporan Penelitian Kualitatif


A.            Format Proposal Penelitian Kualitatif
Format proposal penelitian biasanya telah ditetapkan oleh masing-masing institusi. Namun secara umum format proposal penelitian kualitatif (Prastowo, 2012) adalah sebagai berikut.

========================================================
1.      Halaman Judul
2.      Halaman Persetujuan
3.      Latar Belakang Masalah
4.      Rumusan Masalah
5.      Tujuan dan Kegunaan Penelitian
6.      Telaah/Kajian Pustaka
7.      Landasan Teori
8.      Metode Penelitian
9.      Sistematika Pembahasan
10.  Jadwal Penelitian
11.  Daftar Pustaka
========================================================

B.            Format Laporan Penelitian Kualitatif
Format laporan penelitian suatu instansi termasuk perguruan tinggi berbeda antara instasi atau perguruan tinggi yang satu dengan instasnsi atau perguruan yang lain. Namun berdasarkan garis besarnya, menurut Prastowo(2012) sistematika laporan penelitian adalah sebagai berikut.

1.      Bagian Awal
Bagian ini terdiri dari halaman judul, halaman pernyataan keaslian, halaman persetujuan, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, kata pengantar, halaman abstrak, daftar isi, transliterasi, dafar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran.

2.      Bagian Utama
a.       Bab I Pendahuluan
Bagian ini meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah/kajian pustaka, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
b.      Bab II Landasan Teori
Bagian ini meliputi berbagai konsep dan teori yang digunakan sebagai kerangka analisis.
c.       Bab III dan seterusnya
Bagian ini meliputi pokok pembahasan yang berupa temuan penelitian dan hasil analisis yang disajikan hingga pokok-pokok bahasannya.
d.      Bab Penutup
Bagian ini berisi “Kesimpulan” dan “Saran”.

3.      Bagian Akhir
Bagian ini terdiri atas “Daftar Pustaka” dan “Lampiran”. Pada bagian lampiran biasanya berisi surat penunjukkan pembimbing (untuk penelitian dengan keperluan skripsi, tesis, dan disertasi), bukti seminar proposal, surat izin penelitian, instrument pengumpulan data (pedoman wawancara dan pengamatan), kartu bimbingan, curriculum vitae, dan dokumen lain yang dibutuhkan dan digunakan dan mendukung selama proses penelitian.

SUMBER:
Prastowo, A. (2012). Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Pelaporan Penelitian Kuantitatif


A.            Fungsi Laporan Penelitian
Menurut Neuman (Nanang Martono, 2010) menyatakan bahwa fungsi laporan penelitian sebagai berikut.
1.      Mendeseminasikan pengetahuan
2.      Mengikat pengetahuan masyarakat secara bersama-sama
3.      Sebagai pemenuhan tugas, misalnya tugas kuliah, skripsi, tesis, atau disertasi
4.      Sebagai pemenuhan kewajiban kepada organisasi atau lembaga yang membiayai penelitian yang kita lakukan
5.      Meyakinkan para ahli mengenai aspek ilmiah dari suatu masalah
6.      Menceritakan kepada publik terkait temuan penelitian kita

B.            Tahapan Pembuatan Laporan Penelitian
Dalam membuat laporan penelitian, ada beberapa tahap yang harus dilalui agar laporan yang dibuat memenuhi kriteria laporan yang baik. Berikut tahapan dalam membuat laporan penelitian menurut Bambang dan Jannah (2013).
1.      Membuat garis-garis besar tentang pertanyaan yang menjelaskan permasalahan yang dibahas dalam penelitian untuk mengarahkan kita pada apa yang akan dituangkan dalam laporan penelitian sehingga isi laporan tidak menyimpang dari yang diharapkan.
2.      Membuat garis besar tentang kajian pustaka yang merangkum dan menempatkan permasalahan yang diangkat ke dalam rangkaian teori yang digunakan dalam penelitian.
3.      Membuat garis besar tentang rangkaian kegiatan yang telah dilakukan sehingga kegitan tersebut dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kaidah ilmiah.
4.      Membuat garis besar tentang data apa yang akan ditampilkan sebgaai hasil temuan penelitian kita.
5.      Membuat garis besar tentang analisis yang telah dilakukan yang menggambarkan keterkaitan antara hasil temuan dengan kerangka berpikir dalam penelitian.
Kelima tahapan di atas dapat dilakukan dengan memperhatikan dan mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan berikut (Bambang & Jannah, 2013).
1.      Apakah antara penjelasan yang satu dengan penjelasan yang lain memiliki kerterkaitan secara logis dan sistematis?
2.      Apakah penjelasan yang dibuat bisa diterima dan diakui secara ilmiah?
3.      Apakah secara sengaja atau tidak sengaja kita telah menghilangkan hal-hal yang seharusnya dituangkan ke dalam laporan penelitian?

C.            Bagian-Bagian Laporan Penelitian
Berikut format pelaporan dalam penelitin kualitatif (Nanang Martono, 2010).

=============================================================
Halaman Judul
Halaman Pengesahan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Abstrak
Bab I Pendahuluan
A.     Latar Belakang Masalah
B.     Perumusan Masalah
C.     Tujuan dan Manfaat Penelitian

Bab II Kajian Pustaka
A.     ……………………………….
B.     …………………………….....
…………………………………...
…………………………………...

Bab III Metode Peneltian
A.     ……………………………….
B.     …………………………….....
…………………………………...
…………………………………...

Bab IV Hasil Penelitian
A.     ……………………………….
B.     …………………………….....
…………………………………...
…………………………………...

Bab V Penutup
A.     Kesimpulan
B.     Saran

Daftar Pustaka
Lampiran-Lampiran
=============================================================

1.      Halaman Judul,
Bagian ini memuat judul penelitian, nama peneliti (jika lebih dari satu orang, sebutkan semuanya), sumber dana dan lembaga pelaksana (misalnya nama instansi atau perguruan tinggi).
2.      Halaman Pengesahan
Bagian ini menunjukkan bahwa laporan penelitian ini telah mendapat legitimasi atua pengesahan dari lembaga berwenang atau lembaga pemberi dana.
3.      Kata Pengantar
Bagian ini berisi penjelasan tentang berbagai hal mengenai kegiatan penelitian yang telah dilakukan, masud dan tujuan  penelitian serta ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah terlibat dalam proses penelitian.
4.      Daftar Isi
Bagian ini dafar keseluruhan bagian-bagian dalam laporan berserta nomor halamannya.
5.      Datar Tabel
Bagian ini berisi daftar nama tabel yang ada dalam laporan penelitian beserta nomor halamannya.
6.      Daftar Gambar
Bagian ini berisi daftar gambar yang yang ada di dalam laporan penelitian berserta nomor halamannya.
7.      Abstrak
Bagian ini memuat informasi mengenai topik, masalah penelitian, temuan-temuan dasar ddan desain penelitian atau pengumpulan data yang istimewa. Penulisan abstrak tidak boleh lebih dari satu halaman.
8.      Pendahuluan
Bagian ini berisi uraian-uraian yang mengantar, menuntun dan menggiring pembaca untuk mencapai pada pokok masalah. Bagian ini bertujuan untuk meyakinkan pembaca mengenai pentingnya masalah untuk diteliti sehingga menimbulkan ketertarikan pembaca untuk membaca bagian-bagian selanjutnya.
9.      Tinjauan Pustaka atau Kajian Pustaka
Bagian ini menjelaskan berbagai konsep-konsep utama, variabel, dan argumentasi secara teoretis mengenai masalah penelitian yang telah diteliti.
10.  Metode Penelitian
Bagian ini menjelaskan mengenai jenis penelitian yang digunakan, metode pengumpulan data, cara pengukuran variabel penelitian, sampel penelitian, dan metode analisis data penelitian.
11.  Hasil Penelitian
Bagian ini memuat hal-hal sebagai berikut:
a.       Penjelasan tentang proses penelitian secara singkat termasuk hambatan teknis yang dialami selama penelitian.   
b.      Penyajian data penelitian. Peneliti harus memilih cara penyajian data yang dapat menarik minat pembaca. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyajian data yaitu:
1)      Variasi tampilan atau penyajian, agar tidak terkesan monoton dan pembaca lebih mudah memahami serta tidak jenuh.
2)      Kelengkapan penggambaran data dalam penyajian data.  
c.       Penggambaran hasil penelitian yang disusun secara sistematis dengan menggunakan analisis deskriptif sederhana dan eksplanatif (menghubungkan antar variabel).
d.      Pembahasan mengenai apa yang diteliti dan hasil yang diperoleh.
e.       Kelemahan dan keterbatasan hasil penelitian.
12.  Penutup
Bagian ini berisi kesimpulan dan saran. Pada sub bab kesimpulan, peneliti mengulang kembali pertanyaan penelitian dan meringkas temuan-temuan yang diperoleh. Sementara, bagian Saran disusun berdasarkan hasil temuan di lapangan dan kesimpulan yang ditujukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan hasil penelitian kita.
13.  Daftar Pustaka
Bagian ini berisi sumber pustakan yang menjadi rujukan selama proses penelitian seperti buku, jurnal ilmiah, surat kabar, majalah, dan sebagainya yang penulisannya diurutkan secara alphabetis.
14.  Lampiran
Bagian ini berisi berbagai lampiran berupa dokumen atau catatan lapangan yang berfungsi untuk memperjelas argumentasi yang telah dijelaskan di awal.

SUMBER :
Nanang Martono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi dan Analisis Data Sekunder. Jakarta: Rajawali Pers.

Prasetyo, B., & Jannah, L.M. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rajawali Pers.

Rabu, 20 Januari 2016

Analisis Data Kualitatif

Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan secara terus-menerus dari awal hingga akhir penelitian dengan menggunakan metode induktif dan mencari pola, model, tema, serta teori. Berbeda dengan penelitian kuantitatif, analisis data dilakukan setelah proses pengumpulan data dengan menggukan metode deduktif dan statistik.
Penelitian kualitatif menggunakan logika induktif-abstraktif yaitu bertitik tolak dari khusus ke umum dan bukan sebaliknya dari umum ke khusus sebagaimana logika deduktif verifikasi pada penelitian kuantitatif. Pada penelitian kualitatif, konseptualisasi, kategorisasi, dan deskripsi dikembangkan berdarkan kejadian yang terjadi pada saat melakukan kegiatan di lapangan. Teoretisasi yang menggambarkan hubungan antar kategori/variabel juga dikembangkan berdasarkan data yang diperoleh ketika sedang melangsungkan kegiatan di lapangan. Dengan demikian dalam penelitian kualitatif, kegiatan pengumpulan data dan analisis data berlangsung secara simultan atau bersamaan. Proses dari kegiatan tersebut berbentuk siklus yang menggambarkan hubungan interaktif antara proses pengumpulan data dan proses analisis data.    

SUMBER :
Prastowo, A. (2012). Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.


Selasa, 19 Januari 2016

Makalah Refleksi Kuliah Filsafat Ilmu

  
 OLEH:
ARYADI LINTUMAN
(15709251079)


 Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Filsafat Ilmu
(Dosen Pengampu: Prof. Dr. Marsigit, M.A.)



BAB I
PENDAHULUAN

Hidup manusia terdiri dari dua bagian utama yaitu berpikir dan mengalami, maka segala sesuatu dalam hidup manusia itu selalu berkaitan dengan pikiran dan pengalamannya. Manusia telah mengalami dan memikirkan banyak hal dalam hidupnya dan diantara semua hal itu baik yang dipikirkan maupun yang dialami manusia, ada yang bisa dipahaminya dan ada yang tidak bisa dipahaminya. Pikiran manusia itu terbatas untuk memikirkan dan memahami segala sesuatu sehingga pasti ada hal yang tidak bisa dipahaminya. Namun, untuk hal yang bisa dipahami oleh manusia sesungguhnya tidaklah berhenti sampai disitu karena ketika manusia semakin mencoba memikirkannya maka ia akan menemukan banyak hal baru yang bahkan tidak mampu ia pahami. Inilah yang dalam filsafat disebut sebagai fenomena puncak gunung es.
Fenomena puncak gunung es berkaitan dengan segala sesuatu yang dapat dipersepsikan dan mampu dipikirkan oleh manusia. Semua hal yang mampu dipersepsikan dan dipikirkan oleh manusia itulah yang kemudian menjadi pengetahuan manusia. Namun semua pengetahuan manusia itu ibarat sebuah pintu yang memiliki rahasia dibaliknya. Masuknya, memiliki pengetahuan sebanyak-banyaknya adalah suatu hal yang penting tetapi lebih penting lagi yaitu penjelasan akan pengetahuan tersebut. Dengan kata lain manusia bisa mengetahui segala sesuatu tetapi apakah manusia itu mampu memahami dan mengerti sebenar-benar pengetahuan yang ia miliki? Tanpa penjelasan yang baik, suatu pengetahuan tidak akan ada artinya atau tidak bermakna. Hal inilah  yang dalam filsafat disebut sebagai mitos.
Dalam menjalani hidup, manusia selalu berusaha mencari kejelasan dan kenyamanan, namun ketika manusia telah merasa menemukan kejelasan dan kenyamanan itu maka seketika itu juga mereka terancam oleh mitos. Mengapa demikian? Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pikiran manusia itu terbatas adanya maka kejelasan tersebut sesungguhnya hanyalah sebatas apa yang dapat dipikirkan oleh manusia. Dengan kata lain kejelasan tersebut bukanlah yang sebenar-benarnya. Sementara kenyamanan itu identik dengan keadaan diam, berhenti, dan merasa cukup. Hal inilah yang membuat manusia itu malas untuk berusaha sehingga kehidupannya akan semakin tenggelam dalam mitos. Padahal sebenar-benar hidup itu haruslah semakin hari semakin bertumbuh dan berkembang ke arah yang lebih baik.
Pada dasarnya, secara alamiah pertumbuhan dan perkembangan dalam hidup manusia adalah proses yang berlangsung seumur hidup. Begitupun proses mencari sebenar-benar kejelasan dalam hidup manusia pun berlangsung seumur hidup manusia. Proses mencari sebenar-benar kejelasan itulah yang dalam filsafat disebut sebagai proses menggapai logos. Logos adalah lawan dari mitos, maka sebenar-benar logos adalah keadaan tidak berhenti dan jauh dari kenyamanan. Manusia akan dapat mengembangkan hidupnya menjadi lebih baik jika ia mampu keluar dari zona nyamannya dan membebaskan dirinya dari jebakan-jebakan mitos dalam hidupnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa kehidupan kita sebagai manusia pada dasarnya telah dan sedang terancam menjadi mitos, maka perlu bagi manusia itu untuk membongkar mitos-mitos dalam hidupnya. Membongkar mitos dan menggapai logos tidak lain merupakan upaya dari filsafat. Filsafat adalah ilmu yang memiliki cakupan yang sangat luas dan memandang serta berusaha menjelaskan suatu hal dari berbagai sudut pandang. Selain itu, filsafat juga adalah ilmu yang selalu berusaha mempertanyakan segala sesuatu sehingga tiadalah suatu hal itu dalam pandangan filsafat yang mencapai titik jelas.




BAB II
PEMBAHASAN

A.            Pengertian Filsafat
Filsafat adalah ilmu yang berkaitan dengan pikiran dan cara berpikir atau secara sederhana disebut sebagai olah pikir. Sebagai olah pikir, filsafat sangat memperhatikan berbagai aspkek dari apa yang dipikirkan yaitu sumber-sumber pikirnya, pembenarannya, logika, cakupannya, objeknya, metodologinya, tata cara, etik, estetika, menurut siapa, kapan, dan dimana. Selain itu, filsafat terdiri atas tiga aspek yaitu aspek ontologi yang tidak lain adalah hakekatnya, aspek epistemologi yang merupakan metodologinya dan aspek estetika yang berkaitan dengan benar-salah dan baik-buruknya. Ketiga aspek tersebut saling berkaitan satu dengan yang lain sehingga mempelajari salah satunya secara tidak langsung kita telah mempelajari yang lainnya. Namun ketiga aspek tersebut secara umum telah tercakup dalam salah satu aspek yaitu pada aspek epistemologinya.
Cakupan filsafat itu sangat luas yaitu mencakup semua yang ada dan yang mungkin ada di alam semesta ini. Hal ini tentu akan berakibat pada cara berpikir yang tidak terarah dan tidak terbatas. Karena itu, untuk mempelajari filsafat diperlukan koridor berpikir yang paling tinggi dan membawahi serta mendasari segala yang ada dan yang mungkin ada itu yaitu spiritual. Spiritual merupakan dimensi berpikir tertinggi dalam filsafat karena setinggi-tingginya penjelasan filsafat adalah menggapai spiritualitas. Dengan kata lain untuk segala hal yang tidak mampu dijangkau oleh pikiran manusia dan tidak mampu dijelaskan dengan kata-kata maka dasar filsafatnya adalah spiritual. Karena itu memiliki spiritualitas yang baik dan teguh merupakan hal hal utama dalam mempelajari filsafat.
Dalam berfilsafat ada dua masalah yang dihadapi, yaitu:
1.      Jika yang dipikirkan itu ada di luar pikiranmu, maka bagaimana engkau memahaminya?
2.      Jika yang dipikirkan itu ada di dalam pikiranmu, maka bagaimana engkau menjelaskannya?
Sehebat apapun dan sekuat apapun manusia berusaha menjawab kedua permasalahan tersebut tiadalah ia mampu menjawabnya dengan sempurna. Hal ini karena pikiran manusia itu terbatas, sehingga memikirkan apa yang ada di dalam pikiran saja tiadalah ia tuntas apalagi memikirkan apa yang berada di luar pikirannnya. Sepanjang hidupnya manusia hanya bisa berusaha menggapai kesempurnaan itu tetapi ia tidak akan pernah bisa mencapai kesempurnaan itu. Namun, dalam pandangan filsafat sebenar-benar manusia itu bisa hidup justru bukan karena kesempurnaannya melainkan ketidaksempurnaannya. Misalnya, manusia tidak bisa memikirkan banyak hal dan mengucapkan lebih dari satu kata secara bersama-sama pada saat yang sama. Jika tidak demikian maka kita bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada manusia.

B.            Objek Pikir Filsafat
Sebagai olah pikir, tentunya filsafat memiliki objek pikir Telah dijelaskan sebelumnya bahwa sebagai olah pikir, filsafat mencakup semua yang ada dan yang mungkin ada di alam semesta ini. Maka dapat dikatakan bahwa objek pikir filsafat itu adalah semua yang ada dan yang mungkin ada. Berbicara tentang yang ada dan yang mungkin ada itu sesungguhnya berbicara tentang apa? dan apakah yang dimaksud dengan yang ada dan yang mungkin ada itu? Yang ada dan yang mungkin ada itu merupakan segala sesuatu baik yang dapat dipersepsikan dan dipikirkan maupun yang tidak dapat dipersepsikan dan tidak dapat dipikirkan oleh manusia. Sementara itu, berbicara tentang yang ada dan yang mungkin ada itu sangat tergantung bagi siapanya. Berikut beberapa kondisi dari yang ADA dan yang Mungkin ADA berdasarkan potensinya.
1.      ADA bagiku belum tentu ADA bagimu dan ADA bagimu belum tentu ADA bagiku. Hal ini menunjukkan bahwa setiap orang memiliki ADA-nya masing-masing yang dalam hal ini hanya diketahui olehnya.
2.      ADA-ku bisa saja ADA padamu dan ADA-mu bisa saja ADA padaku. Hal ini menunjukkan bahwa apa yang diketahui seseorang bisa saja telah diketahui juga oleh orang lain tanpa harus saling memberitahukan.
3.      ADA padaku dan ADA padamu. Hal ini menunjukkan keadaan dimana kedua subjek pikir telah saling mengetahui bahwa mereka mengetahui hal yang sama.
 Secara kuantitas, segala yang ADA dan yang Mungkin ADA itu tak berhingga banyaknya, maka tiadalah manusia itu sanggup memikirkan dan menyebutkan semuanya. Sementara mempelajari filsafat pada hakekatnya mengadakan yang Mungkin ada menjadi ADA. Lalu, bagaimanakah cara mengadakan yang Mungkin ADA menjadi ADA? Baik yang ADA maupun yang Mungkin ADA itu memiliki sifat-sifatnya masing-masing dan sifat-sifat dari yang ADA dan yang Mungkin ADA itu juga mencakup yang ADA dan yang Mungkin ADA, sehingga untuk satu objek pikir dari yang ADA maupun yang Mungkin ADA memiliki tak berhingga banyaknya sifat. Lalu, apakah hal ini berarti kita perlu menyebutkan semua sifat dari yang Mungkin ADA untuk mengadakannya? Jawaban adalah tidak, kita hanya perlu menyebutkan satu dari semua sifat-sifat dari yang Mungkin ADA itu untuk mengadakannya. Mengapa demikian? Pertama, kita pikiran terbatas untuk memikirkan semua sifat dari yang Mungkin ADA itu, apalagi harus menyebutkan semuanya jelas suatu hal yang mustahil. Kedua, sesuatu itu menjadi ADA karena manusia memikirkannya dan yang dipikirkan itu adalah sifatnya. Ketiga, yang ADA itu merupakan apa yang diketahui oleh manusia dan tiadalah manusia itu mampu memikirkan satupun sifat dari apa yang tidak diketahuinya. Misalnya dalam kehidupan sehari-hari, ada orang yang keberadaannya dapat kita ketahui cukup dengan mendengar suaranya tanpa harus melihatnya, dimana karakter suara merupakan salah satu sifat dari orang tersebut. Sarana untuk mengadakan yang Mungkin ADA menjadi ADA itu bisa melalui penglihatan, pendengaran, sentuhan, membaca, dan lain sebagainya.
Yang ADA dan yang Mungkin ADA itu merupakan Wadah berIsi dan Isinya juga merupakan Wadah berIsi dan seterusnya. Misalnya rambut hitam: rambut adalah Wadah dan hitam adalah Isi, selanjutnya hitam itu ada hitam pekat dimana: hitam adalah Wadah dan pekat adalah Isi, dan seterusnya. Hubungan Wadah dan Isi inilah yang selanjutnya disebut sebagai hubungan Subjek dan Predikat., dimana Subjek adalah Wadah dan Predikat adalah Isi. Selanjutnya baik Isi maupun Predikat tersebut menunjukkan sifat-sifat dari yang ada dan yang mungkin ada yang tak berhingga banyaknya.

C.            Prinsip Berpikir Filsafat
Menurut Immanuel Kant, prinsip berpikir di dunia ini ada 2 yaitu Identitas dan Kontradiksi. Prinsip Identitas dalam filsafat berbeda dengan prinsip identitas dalam matematika. Prinsip identitas dalam matematika menyatakan bahwa A=A, namun dalam pandangan filsafat A≠A. Mengapa demikian? Filsafat adalah ilmu yang mementingkan ruang dan waktu dimana “A yang pertama” berbeda letak dengan “A yang kedua” (berbeda ruang) dan  “A yang pertama” lebih dulu disebutkan dibanding dengan “A yang kedua” (berbeda waktu). Keadaan A=A itu hanya terjadi dalam pikiran karena segala sesuatu yang berada di dalam pikiran itu terbebas dari ruang dan waktu. Dengan demikian, dalam filsafat yang mementingkan ruang dan waktu, tiadalah keadaan itu yang mencapai Identitas karena ruang dan waktu itu senantiasa berubah. Keadaan tidak dapat mencapai identitas inilah yang kemudian disebut sebagai prinsip kontradiksi.
Prinsip kontradiksi menyatakan bahwa Subjek tidak sama dengan Predikat. Misalnya, rambut hitam: rambut adalah subjek dan hitam adalah predikat, sampai kapanpun rambut tidak akan pernah sama dengan hitam dan hitam tidak akan pernah sama dengan rambut. Berbicara tentang kontradiksi, hidup manusia di dunia ini penuh dengan kontradiksi yaitu pertentangan dan perbedaan. Namun, sesungguhnya manusia itu bisa hidup karena kontradiksi-kontradiksi yang terjadi dalam hidupnya. Misalnya tubuh manusia terdiri dari berbagai elemen yang saling berkontradiksi satu dengan yang lainnya (baik dari segi bentuk dan fungsinya) sehingga manusia itu bernafas dan bisa melakukan aktivitas kehidupannya.
Berbicara tentang ruang dan waktu, dalam pandangan Filsafat yang mementingkan ruang dan waktu, matematika itu hanya terdiri atas dua yaitu Aritmatika yang merupakan Waktu dan Geometri yang merupakan Ruang, sementara sisanya merupakan kombinasi dari keduanya.

D.            Filsafat dari Yang Ada dan Yang Mungkin Ada
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa objek pikir filsafat itu adalah yang ada dan yang mungkin ada. Memikirkan yang ada dan yang mungkin ada itu tidak lain adalah memikirkan sifat-sifatnya dan hubungan antara sifat-sifatnya serta sturkturnya. Sementara yang ada dan yang mungkin ada itu memiliki lebih dari semilyar pangkat semilyar sifat yang mana kita tidak pernah mampu untuk selesai menyebutkannya. Karena itu, untuk memikirkan sifat-sifat dari yang ada dan yang mungkin ada itu, kita menggunakan cara berpikir reduksi sehingga dalam filsafat muncul aliran reduksionisme. Sebagai manusia kita memiliki sifat reduksifis, artinya kita memilih sifat-sifat dari apa yang kita pikirkan tergantung dari tujuan kita berpikir, misalnya untuk membangun ilmu dan lain sebagainya. Misalnya kita memilih dua sifat yang saling berantitesis dari yang ada dan yang mungkin ada yaitu TETAP dan BERUBAH. TETAP itu, misalnya kita sebagai manusia entah kita itu kecil, besar, dewasa, tua, muda, anak-anak, dsb.. tetap saja manusia. Sedangkan yang BERUBAH itu, sebagai manusia kita selalu mengalami perubahan dari watu ke waktu. Dalam filsafat, Yang TETAP itu memiliki aliran filsafatnya yaitu Permenidesianisme dengan tokohnya Permenides. Sedangkan aliran filasafat Yang BERUBAH itu yaitu Heracelitosianisme dengan tokohnya Heracelitos. Berdasarkan letaknya, Yang TETAP itu berada di dalam pikiran sedangkan yang BERUBAH itu berada di luar pikiran.
Yang di dalam pikiran itu bersifat absolut atau ideal sehingga ada aliran filsafat absolutisme atau idealisme dengan tokohnya Plato, aliran filsafat ini juga disebut sebagai filsafat platoisme. Yang di luar pikiran bersifat relative dan bersifat kontradiksi yaitu “I ≠ I” karena peduli dengan ruang dan waktu. Yang berada di luar pikiran berkaitan dengan dunia persepsi yaitu dapat ditangkap oleh indera manusia dan bersifat kongkrit sehingga kebenarannya bersifat korespondensi atau cocok, sehingga munculah aliran filsafat korespondensianisme. Yang berada di luar pikiran itu bersifat sintektik, yaitu saling terhubung, berlaku hukum sebab-akibat dan dapat dipersepsi. Karena bersifat sintetik maka secara otomatis juga bersifat aposteriori sehingga keduanya membentuk sintetik aposteriori . Sintetik aposteriori berarti bahwa kita akan dapat memahami suatu hal jika terlebih dahulu kita mempersepsikannya atau mengalaminya. Sintetik apriori merupakan hasil dari empiris, sehingga lahirlah aliran empirisisme dengan tokohnya David Hume.
Yang di luar pikiran itu bersifat real atau nyata sehingga muncul aliran filsafat realisme dengan tokohnya Aristoteles. Yang berada di dalam pikiran itu bersifat tetap atau identitas yaitu “I = I”. Yang berada di dalam pikiran itu bersifat abstrak dan nilai kebebenarannya mengutamakan atau mementingkan kekonsistensian. Artinya suatu hal bisa menjadi ilmu jika hal tersebut selalu konsisten sekalipun tidak memiliki makna. Selain itu, Yang di dalam pikiran itu bersifat analtik, artinya “yang penting logis”. Karena bersifat analitik maka secara otomatis bersifat juga apriori, artinya karena cukup logis dalam pikiran pikiran kita, maka pikiran kita dapat melanjutkan ide yang logis tersebut pada ide berikutnya yang wujudnya entah seperti apa. Oleh karena itu keduanya dapat membentuk analitik apriori, yang berarti bahwa kita dapat memahami suatu hal hanya dengan memikirkannya saja atau tanpa mempersepsikannya terlebih dahulu. Analitik apriori inilah yang merupakan cara berpikir yang didasarkan pada rasio sehingga muncul aliran filsafat rasionalisme dengan tokohnya Rene Descartes.
Rasionalisme dan empirisisme merupakan dua aliran yang saling berkontradiksi, berlawanan dan berantitesis antara satu dengan yang lain. Akibatnya pada akhir abad XV, terjadi perdebatan dan pertentangan hebat di antara penganut aliran rasionalisme dan penganut aliran empirisisme. Rene Descartes dengan aliran rasionalisme menyatakan bahwa tidalah ilmu jika tidak berdasarkan rasio. Sedangkan David Hume dengan aliran empirisismenya menyatakan bahwa tiadalah ilmu jika tidak dibangun di atas dasar pengalaman. Pertentangan ini terus berlanjut sampai suatu ketika munculah Immanuel Kant yang kemudian mampu menyatukan kedua pandangan tersebut. Immanuel Kant menyatakan bahwa baik rasionalisme maupun empirisisme hanya mengandung separuh kebenaran, artinya tidaklah cukup jika hanya mengandalkan rasio dan tidaklah cukup jika hanya menggunakan pengalaman saja. Dengan mengambil apriorinya Rene Descartes dan sintetiknya David Hume, Immanuel Kant menyatakan bahwa sebenar-benar ilmu adalah sintetik apriori, yang berarti bahwa sebenar-benar ilmu adalah “pengalaman yang dipikirkan” dan “pikiran yang diterapkan”.



BAB III
PENUTUP

A.            Kesimpulan
1.      Filsafat adalah olah pikir yang mencakup segala yang ada dan yang mungkin ada. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu mencakup segala sesuatu baik yang ada di dalam maupun di luar pikiran dan segala sesuatu yang dapat atau tidak dapat dipersepsikan oleh manusia.
2.      Filsafat memiliki objek pikir yaitu yang ada dan yang mungkin ada. Yang ada dan yang mungkin ada itu memiliki tak berhingga banyaknya sifat yang juga mencakup semua yang ada dan yang mungkin ada. Maka ketika memikirkan yang ada dan yang mungkin ada itu sesungguhnya yang dipikirkan adalah sifat-sifatnya, hubungan sifat-sifatnya, dan strukturnya.
3.      Filsafat adalah ilmu yang mementingkan ruang dan waktu, maka tiadalah segala sesuatu dalam pandangannya mencapai keadaan identitas (A=A) melainkan segala sesuatu itu bersifat atau selalu berada dalam keadaan kontradiksi (A≠A). Itulah prinsip kontradiksi dalam filsafat. Sementara keadaan Identitas dipandang sebagai keadaaan yang hanya berada di dalam pikiran saja karena segala sesuatu yang berada di dalam pikiran itu terbebas dari ruang dan waktu.
4.      Dari sifat-sifat yang ada dan yang mungkin ada itu muncul berbagai aliran filsafat dan beberapa diantaranya sebagai berikut:
a.       Yang Tetap, alirannya permenidesianisme, tokohnya Permenides
b.      Yang Berubah, aliran heracelitosianisme, tokohnya Heracelitos
c.       Yang Absolut atau ideal, alirannya absolutisme atau idealisme, tokohnya Plato
d.      Yang Nyata atau Real, alirannya realisme, tokohnya Aristoteles
e.       Yang bersifat Korespondensi, alirannya korespondensianisme
f.       Yang bersifat Empiris, alirannya empirisianisme, tokohnya David Hume
g.       Yang bersifat Rasio, alirannya rasionalisme, tokohnya Rene Descartes
5.      Secara umum dari pengalaman saya belajar filsafat ilmu, yang dapat saya simpulkan bahwa belajar filsafat merupakan sarana untuk mengembangkan pikiran dan cara berpikir untuk memandang segala sesuatu dengan berbagai sudut pandang. Dalam mempelajari filsafat kita dituntut untuk berpikir terbuka namun tetap kritis dalam menanggapi segala sesuatu. Hal ini penting karena akan melatih pikiran kita untuk berpikir secara fleksibel sehingga terhindar dari mitos.

B.            Saran
1.        Dalam mempelajari filsafat diperlukan pikiran kritis dan hati yang ikhlas, karena sebenar-benar ancaman belajar filsafat adalah mitos yaitu merasa cukup dan jelas.

2.        Objek pikir filsafat itu berdimensi dan berstruktur, karena itu tidaklah cukup jika hanya menggunakan permikiran sendiri untuk memahaminya. Perlu untuk memperbanyak bacaan dan referensi karena akan membantu kita untuk dapat berpikir secara intensif yaitu dalam sedalam-dalamnya dan berpikir secara ekstensif yaitu luas seluas-luasnnya.